Banyak berpikir tentang masa depan sampai khawatir

Khawatir dengan Masa Depan, Bagus atau Jelek?

MinHup lagi khawatir…

 

MinHup gagal menjawab pertanyaan dosen dengan benar terus pikiran MinHup penuh dengan “Ah, gila, gagal banget gue!” atau “Ini kan udah diajarin, kok bisa salah sih?!”. Selain itu, MinHup ngerasa down dan mulai berpikir kalo MinHup bakalan gagal dapet nilai yang baik bahkan enggak diluluskan dosen. Padahal, kek, elahhh gitu doang tapi HUHUHU TAKUT BANGETTT NTAR GIMANA?!

Kalau Sobat Hidup sendiri pernah gitu enggak? Kayak gampang banget khawatir dengan masa depan (yang 100% belum pasti terjadi) alias overthinking hanya karena kejadian-kejadian kecil yang enggak disukai gitu. Tapi, abis overthinking itu malah bikin mood jadi jelek banget, enggak mau melakukan apapun, bahkan enggak mendapatkan solusi untuk mengatasi hal-hal yang dikhawatirkan itu. Pernah enggak?

 

Khawatir dengan masa depan? Apaan tuh?

 

Setelah MinHup baca-baca, kekhawatiran berlebihan terhadap kejadian di masa depan atau hal-hal yang di luar kendalinya itu disebut Anticipatory Anxiety. Kondisi ini merupakan gejala dari kondisi kecemasan yang didiagnosis (misal, gejala dari anxiety secara umum). Orang yang berada pada kondisi ini merasa tertekan karena ketidakpastian dan menghindari hal-hal yang dapat membuatnya merasa tertekan. Namun, orang ini cenderung untuk memikirkan ketidakpastian tersebut berdasarkan cocokloginya. Namanya juga cocoklogi, banyaknya maksain dan enggak beneran cocok. 

Misal nih dari cerita MinHup tadi, MinHup overthinking tentang akan gagal dapet nilai yang baik dan tidak diluluskan hanya karena tidak bisa menjawab satu pertanyaan dari dosen dan MinHup jadi takut buat ketemu dosennya atau mempelajari mata kuliah tersebut. Parahnya lagi, menghindar hari adanya mata kuliah tersebut bahkan enggak mau kuliah. Kalau dipikir-pikir lagi, pikiran atau overthinkingnya MinHup tentang dua hal tersebut enggak masuk akal sih kalau cuma berdasarkan kesalahan MinHup sewaktu menjawab pertanyaan dosen. Nilai dan kelulusan kita bukan cuma ditentukan sama bisa atau enggaknya jawab pertanyaan dosen doang kan? Toh, masih belajar juga kan, jadi wajar aja kalau enggak bisa jawab.

 

Jadi, ‘kegiatan’ khawatir masa depan tuh jelek?

 

Sebenernya kalau kekhawatiran atau anxiety ini bisa dikelola dengan baik, kita bisa mendapat sisi positifnya juga sih. Anxiety itu bisa dimanfaatkan sebagai antisipasi agar kita mengerjakan sebuah pekerjaan dengan maksimal dan mendapatkan hasil terbaik. Misal, sekarang langit mendung dan seseorang mau berangkat sekolah. Sebagai antisipasi hujan turun ketika orang itu berangkat, dia bawa jas hujan, just in case beneran hujan, supaya bisa digunakan kalau hujan sehingga orang itu terhindar dari sakit dan bisa belajar dengan nyaman tanpa seragam yang basah.

 

Kalau aku khawatir dan antisipasi terus, enggak jelek dong?

 

Ngingetin lagi nih, ges. Memikirkan jalannya sebuah pekerjaan dan hasil yang akan didapat dari kerja tersebut adalah hal yang normal. Walaupun begitu, pikiran adalah hal yang sulit dikendalikan sekalipun oleh manusia pemilik pikiran itu sendiri. Dalam situasi seperti itu, kekhawatiran ini bisa mempengaruhi kehidupan sehari-hari dari sisi buruk. 

Misal, ada orang yang takut serangga karena dulu pernah ada kecoa terbang dan hinggap di pipinya sehingga dia bisa histeris dan ketakutan hebat kalau ada kecoa.. Dia jadi selalu menolak untuk kerja kelompok di tempat lain selain rumahnya, padahal belum tentu ada kecoa di tempat itu. Orang itu keukeuh enggak mau kerja kelompok di tempat lain, kemudian malah menyendiri bukannya ngobrolin solusi masalah ini dengan teman kelompoknya. Namun, orang itu jadi bimbang karena tugas kelompok ini adalah tugas akhir semester dan dia paham betul dengan materinya. Oleh sebab itu, dia jadi frustasi dan putus asa.

Selain hal yang disebutin tadi, berikut adalah hal-hal yang dialami orang dengan anticipatory anxiety:

  1. Nervous (gugup) bahkan ketakutan sampai lemas,
  2. Sulit konsentrasi karena pikirannya terikat pada kekhawatirannya terhadap hal-hal di masa depan, seolah-olah ia hidup di masa depan dan tidak hidup di masa sekarang. Sebagai akibat dari pikirannya itu, ia menjadi hilang ketertarikan pada hal yang biasa dilakukan, merasa hampa, kesulitan mengelola emosi dan mood, tidak produktif, dan kegiatan sehari-harinya tidak berjalan dengan lancar,
  3. Kelelahan akibat ketegangan otot, nyeri, mual, kehilangan nafsu makan, dan tidurnya bermasalah sebab merasa waspada setiap saat sampai tertekan, dan
  4. Menurunkan kemampuan bersosialisasi sebab ia berpikir ‘dunia luar punya banyak kemungkinan buruk dan aku harus menghindarinya’.

 

Ada cara menguranginya gak, Min?

 

Dari uraian tadi, kita bisa merubah khawatir dengan masa depan ini menjadi motivasi agar kita bisa berkegiatan dengan maksimal dan antisipasi untuk menghindari hal-hal yang bisa mengganggu kegiatan tersebut. Biarpun begitu, kayaknya hal ini bisa dilakukan kalau kekhawatirannya enggak begitu parah dan kita bisa mengendalikan kekhawatiran itu.

 

Wait!

 

MinHup ada beberapa tips buat mengurangi dampak buruknya kok. Di antaranya:

  • Mencukupi kebutuhan tubuh

Misalnya dengan memperbanyak makan makanan bernutrisi dan memperbaiki pola tidur. Soalnya, emosi dipengaruhi oleh hormon dan hormon dibentuk dari komponen-komponen makanan yang kita konsumsi. Singkatnya, menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh membantu kita menjaga produksi dan kerja hormon seimbang dan berdampak baik pada orang itu.

  • Mengakui emosi yang dialami dan konfirmasi

Misal, kita takut untuk ditinggal teman karena sekarang teman itu lagi akrab dengan teman barunya. Kita bisa bicarakan kecemasan yang dialami kepada teman itu lalu bertanya ‘aku bakal tetep temenan sama kamu kan meskipun kamu udah dapet temen baru?’. Hal ini bisa dilakukan agar hati menjadi lebih tenang, tetapi harus memperhatikan situasi teman itu biar dia tidak tersinggung.

  • Hindari cocoklogi

Dengan cocoklogi, semua hal bisa terasa make sense tapi semuanya didasarkan pada kekhawatiran dan ketakutan, bukan fakta. Dunia ini ditempati oleh banyak benda hidup dan benda mati sehingga banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadi sesuatu di masa depan. Iya sih, serem banget masa depan kita enggak bisa diduga. Tugas kita adalah merencanakan masa depan dan menyesuaikan diri dengan hal apapun yang akan terjadi agar kita punya semangat untuk hidup dan mencapai tujuan.

  • Menjadwalkan diri untuk khawatir

Tidak ada salahnya untuk mengekspresikan perasaan, tetapi harus pada porsi tertentu. Misalkan, dijadwalkan 30 menit dalam sehari untuk khawatir. Jika cemas di luar jadwal, tenangkan diri selama 60 detik. Kalau setelah 60 detik itu masih khawatir, tunggu 60 detik lagi.

  • Merubah kekhawatiran menjadi motivasi

Dari sudut pandang lain, kekhawatiran itu bisa saja merupakan motivasi agar bisa menghadapi kejadian di masa depan (bukan menghindarinya) dan berhenti memikirkan hal-hal tersebut untuk mengerjakan hal-hal di sekitar kita yang lebih urgent. Misal, membersihkan meja kerja dibanding memikirkan ‘enggak akan dapet nilai yang bagus karena lingkungannya jelek’.

 

Selain itu…

 

Self-talk atau bicara dengan diri sendiri juga perlu. Ketika kekhawatiran datang, tanya diri sendiri seperti ‘perlu banget nih takutnya sekarang?’ atau ‘apa sih yang dikhawatirin?’. Kalau kekhawatirannya tidak urgent, arahkan fokus ke hal bermanfaat yang bisa dikerjakan. Kalau perlu banget dikhawatirkan, susun cara untuk mengatasi hal buruk yang dikhawatirkan akan terjadi itu sambil bilang ‘ini yang aku bisa usahakan, jangan maksain’. Oh iya, posisikan diri sebagai orang yang merespons orang lain dengan kondisi yang sama agar kita bisa ‘mendapat solusi yang diharapkan’.

Kalau Sobat Hidup merasa capek dengan kekhawatiran tersebut, Sobat Hidup bisa curhatin ke orang terdekat. Namun, jika Sobat Hidup perlu insight ataupun sudut pandang lain dari orang yang paham psikologi, maka Sobat Hidup dapat memilih layanan Konseling Sebaya yang disediakan Hidup Media pada laman berikut https://www.solusihidup.com/konseling-psikolog/. Sobat Hidup bisa memilih konselor yang cocok lalu mengklik ‘Jadwalkan Sekarang’.

Semangat, Sobat Hidup!

 

Penulis: Syahira Rahadatul

 

References

Ankrom, Sheryl. 2021. How to Stop Worrying About the Future.

https://www.verywellmind.com/are-you-worrying-too-much-2584124 Diakses pada 5 November 2022 pukul 08:03 WIB

Clark, Alicia H. 2020. Hack Your Anxiety Can’t Stop Worrying About the Future?

https://www.psychologytoday.com/us/blog/hack-your-anxiety/202009/cant-stop-worrying-about-the-future?amp Diakses pada 25 Oktober 2022 Pukul 08:00 WIB

Murgia, Madhumita. 2015. How stress affects your brain – Madhumita Murgia. https://www.youtube.com/watch?v=WuyPuH9ojCE. Diakses pada 12 November 2022 pukul 11:48 WIB via TED-Ed

Raypole, Crystal. 2020. Meet Anticipatory Anxiety, The Reason You Worry About Things That Haven’t Happened Yet. https://www.healthline.com/health/anticipatory-anxiety#takeaway. Diakses pada 5 November 2022 pukul 08:02 WIB

Ikuti kami di

Dapatkan informasi terupdate dari kami

Terus terkoneksi dengan HIDUP

Jl. Ganesa No.15, Lb. Siliwangi,
Kecamatan Coblong,
Kota Bandung, Jawa Barat 40132
0821 1820 1573
hidupmediaid@gmail.com